Friday, July 23, 2010

5 kata yg bikin pria takut

1. Masa kecil - Orang bilang : "Hantu datang!"
2. Zaman sekolah - Teman bilang : "Guru datang!"
3. Setelah menikah - Sobat bilang : "Istrimu datang!"
4. Sekarang - Selingkuhan bilang : "Mas, bulan ini blom datang!"
5. Besok - Cemceman bilang : "Mas, videonya hilang!"

Monday, July 19, 2010

Mari kita berbuat baik ... renungan pagi ...

Hidup adalah suatu anugerah (pemberian/nikmat) yang harus dihargai. Kita hidup di dunia ini HANYA satu kali. Lantas kenapa harus buang-buang waktu hanya untuk memperburuk keadaan kita di masa depan (akhirat)?

Sistematika kehidupan yang kompleks, juga auditingnya yang pasti sangatlah rumit, telah menuntut kita untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita.
Kepada siapa?
Tentu saja, kepada Pencipta Kehidupan ini, yang telah memberikan kita kehidupan, yang telah memberikan kita segala keperluan hidup (panca indra, nikmat kesehatan, pengetahuan, dll).
Tidak pantaskah kita membalas segala kebaikan-Nya? Dengan cara berusaha memaksimalkan kinerja akal dan pikiran kita untuk mentaati segala perintah-Nya?
Dunia ini adalah tempat ujian, dan bukan tempat bertamasya seperti yang disangka oleh kebanyakan orang. Mereka sangat disibukkan oleh keperluan yang tidak ada kaitannya dengan wujud rasa terima kasih atas kebaikan-Nya.

Waktu selalu berputar kedepan, dan tak akan pernah kembali. Alam semesta ini teratur karena ada Yang Mengatur.
Selama waktu belum terlambat, kita harus selalu berusaha melakukan perubahan kepada yang lebih baik. Kita juga harus senantiasa berusaha memahami kebenaran berdasarkan literatur yang ada dengan cara memperbandingkannya satu sama lain.
Karena jika kita gagal dalam kehidupan ini, maka ketahuilah, bahwa penyesalan akan hal tersebut sangat tidak terbayangkan.

Menjadi orang baik tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Namun demikian, menjadi orang baik juga tidaklah sesulit membalikkan telapak kaki. Kita hanya perlu keseriusan dalam menekuninya.

Artikel ini mengajak Anda untuk menjadi manusia yang baik. Yakni manusia yang mengenal dirinya, tahu untuk apa dia diciptakan, dan kemana dia akan mudik (kembali/pulang kampung).

Dalam artikel ini, ada beberapa link yang mengarah pada artikel lain. Untuk mempermudah pemahaman, bacalah dulu secara keseluruhan isi artikel ini kemudian Anda bisa mencoba untuk meng-klik link-link tersebut.

Pengetahuan yang Luas

Pengetahuan yang luas merupakan syarat utama bagi Anda yang ingin memaksimalkan kinerja jiwa dan akal Anda untuk menjadi orang baik.

Kemudian juga, ada beberapa hal penting yang merupakan dasar pembentukan kesadaran seseorang untuk bisa menjadi orang baik. Hal-hal penting tersebut harus selalu Anda renungkan agar Anda tetap ingat dan sadar akan konsep kehidupan yang sebenarnya.


Hal-hal tersebut adalah:
1. Tahu Diri
2. Tahu Tuhan
3. Tahu Dunia
4. Tahu Akhirat

Artikel-artikel di atas adalah karangan Imam al-Ghazali. Beliau adalah tokoh kharismatik dalam ilmu kejiwaan (psikologi).

Pahami Konsep Takdir!

Kemudian, setelah Anda memahami pengetahuan tentang empat hal di atas, maka pahamilah tentang konsep takdir (baca: Kronologi Terbentuknya Takdir). Ini dimaksudkan agar Anda tidak cengeng dan berputus asa dalam menghadapi realitas hidup yang ada, juga tidak berkeluh kesah atau cenderung menyalahkan orang lain atas keadaan buruk yang menimpa.

Jadilah seorang ksatria, hadapi hidup ini dengan senyum –yang menawan dan mempesona. Anda boleh menangis untuk sesaat (di dunia), tapi tidak selamanya (di akhirat).
Anda adalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas diri Anda. Cintailah diri Anda dengan penuh perhatian. Berikanlah nasihat yang baik terhadap diri Anda. Dan dengarkanlah hati nurani Anda.

Kunci Kebaikan

Kunci kebaikan itu adalah DISIPLIN terhadap pengetahuan agama.
Yakni dalam bentuk pelaksanaan aturan-aturan yang telah diperintahkan dalam agama dan menjauhi apa yang dilarang olehnya.

Dalam hadits disebutkan:
Apabila seseorang dikehendaki oleh Allah kebaikan, maka ia akan diberi pemahaman dalam hal agama. (Shahih Bukhari: 71 dan Shahih Muslim: 1037)

Sebab dari itu, Anda seharusnya merasa suka dan senang dalam membaca literatur-literatur agama kemudian berusaha mengamalkannya sebaik mungkin. Seperti membaca al-Qur’an, hadits, cerita hikmah para orang shalih terdahulu. Juga tentang nasihat-nasihat para ulama’.

Mengapa?
Karena pada dasarnya, –seperti yang dikatakan Imam al-Ghazali– fungsi hati seorang manusia itu adalah, suka menyerap kebenaran. Dan itu pula yang akan menenangkan hati seseorang. Ia juga berfungsi sebagai penawar dan penghibur hati yang luka (sedih).

Namun, demikian, penerapan disiplin tersebut bukan berarti kita harus sok ngatur orang lain. Dalam hal ini kita hanya memfokuskan penerapan disiplin dalam perbuatan kita, dan masalah penerapannya oleh orang lain adalah no.2.

Kemudian,
Anda juga harus tahu nilai-nilai perbuatan Anda. Semisal, Anda harus tahu apa “hukumnya mendengar lagu/musik”, “hukum MLM”, “apa gunanya shalat, puasa, zakat”, “apa keuntungan berdoa”, “apa manfaat mendengar bacaan Qur’an”, “bagaimana adab makan dan minum” dan hukum-hukum perbuatan yang sering dilakukan sehari-hari. Anda bisa mengetahuinya dengan mudah, seperti membaca buku terjemahan, atau cari di google, atau bertanya kepada orang yang fasih atas masalah tersebut.

Berusahalah sedisiplin mungkin dalam melaksanakan aturan agama. Semakin, Anda disiplin, semakin baik kepribadian Anda, yang akhirnya menyebabkan semakin baik pula kondisi kejiwaan Anda.

Apakah Anda mau bukti tentang “kedisiplinan terhadap aturan” yang mempengaruhi nilai sesuatu?

Contohnya adalah:
Lihat dan bandingkanlah tipe ponsel Nokia tipe N85 dengan tipe 3310. Keduanya menganut aturan-aturan kedisiplinan yang jauh berbeda.

Saya tak bermaksud menjelaskan tentang HP, saya hanya ingin Anda mengerti dan paham konsep kedisiplinan dengan contoh analogi seperti ini…

Kedua ponsel tersebut memiliki nilai (harga) yang sangat berbeda karena aturan kedisiplinannya yang berbeda.

N85 punya fasilitas GPS, GPRS, EDGE, 3G, support email, browsing, complete organizer, wifi (LAN network), FM transmitter, Bluetooth dan fitur-fitur lain yang sangat menakjubkan.

Kenapa?
Karena di tipe N85, designernya (perancangnya) telah memasangkan komponen-komponen canggih dan menerapkan aturan-aturan terhadap ponsel tersebut untuk melakukan fungsi-fungsi tersebut, yakni dalam hal gprs, gps, wifi, Bluetooth, dll melalui aplikasi programnya. Ia juga bisa dikembangkan dengan aneka ragam aplikasi yang terbaru dan ter-update, semisal Call Manager, Messenger, dll.

Sedangkan di tipe 3310, tidaklah demikian. Tipe tersebut hanya muter-muter di fitur SMS, display monochrome, contact, dan fitur-fitur lainnya yang sangat terbatas.

Mengapa demikian?
Karena di tipe 3310, selain designernya tidak menginstalkan (memasangkan) komponen yang mutakhir, dia juga tidak menyertakan aplikasi-aplikasi yang canggih di dalam ponsel tersebut.

Nah, kaitannya dengan kita sebagai manusia adalah,
Kita adalah makhluk yang punya potensi bakat yang menakjubkan. Kita punya akal yang bisa dikembangkan melebihi batas penilaian IQ maksimal. Setiap kita lahir dalam keadaan buta huruf dan tak beradab (karena suka pipis sembarangan). Namun, sebagian dari kita tumbuh menjadi orang-orang penting yang sangat berpengaruh dalam modernisasi kehidupan ini.

Mereka telah menemukan listrik, bola lampu, mesin uap, nuklir, komputer, jet tempur, kapal selam, bahan bakar tenaga sel surya (matahari), satelit pengintai jarak jauh, manipulasi genetis jaringan sel, dodol aneka rasa, dll.

Namun, demikian, kedisiplinan mereka masih dalam satu bidang saja, yakni dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam kenyataannya, banyak orang mampu menempuh disiplin dalam bidang ini.

Nah, bagaimana bentuk kedisiplinan dalam hal agama?
Kedisiplinan dalam hal agama adalah hal yang sangat berbeda. Dan jarang orang mampu melakukannya, karena hambatannya yang sangat besar. Ini masalah kebaikan dan kepuasan (kedamaian/ketenangan) hati, yang dikenal dengan nama umum: Kebahagiaan Sejati.

Jika Anda menganggap “kebahagiaan sejati” sebagai sesuatu yang bersifat segalanya, maka ketahuilah, bahwa disiplin terhadap perintah agama adalah hal yang harus selalu Anda usahakan agar yang Anda inginkan tersebut bisa terwujud.

Jika Anda tidak melakukan demikian, MAKA
Jiwa Anda yang Mulia dan akal Anda yang CANGGIH itu, hanyalah seperti ponsel Nokia N85, namun tidak di-install aplikasi-aplikasi canggih dan terbaru. Ia hanya digunakan untuk keperluan standar, seperti kirim SMS, membuat dan menerima panggilan, dan keperluan standar lainnya. Ia tidak digunakan untuk menentukan posisi seorang melalui GPS, aplikasi email notification, messenger, menjelajahi workstation jaringan komputer, dan aktivitas-aktivitas menakjubkan lainnya.

Apakah Anda ingin menjalani kehidupan ini hanya dalam aktivitas sebatas lahir, hidup, dan mati begitu saja, tanpa memperoleh sesuatu yang berharga setelah keluar dari kehidupan dunia ini?

Sangat disayangkan, potensi yang sangat besar, namun dengan implementasi (pemanfaatan) yang sangat minim.

Juga,
Apakah Anda tidak penasaran kenapa Allah memerintahkan para Malaikat dan Jin untuk bersujud kepada Adam as., hanya karena ia bisa menyebutkan nama buah-buahan di Surga?

Adam as. memiliki suatu keistimewaan unik yang tak dimiliki oleh kedua golongan makhluk tersebut, yang menjadikannya paling mulia di antara ciptaan yang ada.

Kemudian dalam konteks disiplin dalam hal agama,
Kedisiplinan dalam mematuhi perintah agama dan menjauhi larangannya, akan membawa Anda ke posisi yang sangat tinggi dan tak bisa dibayangkan. Dan hal ini seperti yang disebutkan sebelumnya, merupakan masalah kejiwaan tersendiri, yang sangat sensitif, penuh rahasia, dan tak bisa dideteksi dengan ilmu pengetahuan biasa.

Bukankah Anda pernah mendengar cerita tentang para wali yang kramat seperti walisongo? Mereka punya kedudukan 1 level di bawah derajat para nabi. Cerita mereka itu bukan mitos, dan bukan takhayul. Mereka memperoleh keadaan seperti itu atas pengembangan kedisiplinannya dalam hal agama.

Namun demikian, untuk manusia seperti saya dan Anda, sekalipun tidak bisa seperti para wali, paling tidak kita bisa merasakan ketenangan dalam hidup ini dengan cara berdisiplin dalam hal agama, yang akhirnya akan mendatangkan kebahagiaan sejati, termasuk juga Surga.

Jangan seperti sebagian orang kaya yang akhirnya bunuh diri hanya karena patah hati atau stress karena masalah yang sebenarnya sepele. Jiwa mereka down (rusak) karena tak berdisiplin dalam agama. Jelasnya, mereka punya jiwa yang sangat kehausan, kelaparan, dan sakit dan akal mereka kadang terbalik. Tapi mereka tidak pernah peduli dan cuek.

Tak Ada Level Aman

Maksudnya adalah, sekalipun Anda telah bisa menjadi orang baik, maka ketahuilah, bahwa Anda masih memiliki potensi (kecenderungan) untuk menjadi orang yang buruk dan celaka. Anda bisa saja menjadi buruk kembali pada suatu waktu nanti. Intinya, jangan pernah menganggap bahwa diri Anda adalah orang baik yang telah selamat dari kecenderungan kepada keburukan.

Satu-satunya level aman yang bisa dinikmati oleh seseorang yang baik adalah ketika ia telah keluar dari kehidupan dunia ini, yakni setelah ia mati. Saat itulah ia terlepas dari segala beban kehidupan yang menyiksa, seperti, keharusan menjaga hawa nafsu, tersiksa oleh cemoohan orang lain (karena harus bersabar), diskriminasi, ketidak-adilan pemerintah, dll.

Jadi, selama Anda hidup di dunia ini, Anda harus tetap berusaha menjadi orang baik dengan cara tak berputus asa dan selalu berusaha untuk mempertahankannya. Sampai kapan? Sampai Anda harus bertemu dengan-Nya (mati) untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan Anda, baik perbuatan yang baik maupun perbuatan yang buruk.

Ketahuilah, Allah telah memberikan hidup ini kepada Anda secara bebas sesuai kehendak Anda. Anda berhak melakukan apa saja yang Anda inginkan… dalam rentang waktu yang sangat terbatas, yakni selama ±60 tahun, bisa lebih dan bisa juga kurang.

Terakhir, yang perlu Anda ingat juga adalah,
Allah tak menciptakan manusia untuk membangkang terhadap-Nya.

Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah (mengesakan ibadahnya) kepada-Ku. (Adz Dzariat:56)

salam sahabat

Siapakah Allah ...

Abdul Wahid bin Zaid berkata, "Ketika itu kami naik perahu, angin kencang berhembus menerpa perahu kami, sehingga kami terdampar di suatu pulau. Kami turun ke pulau itu dan mendapati seorang laki-laki sedang terdiam menyembah patung."

Kami berkata kepadanya, 'Di antara kami, para penumpang perahu ini tidak ada yang melakukan seperti yang kamu perbuat.'

Dia bertanya, 'Kalau demikian, apa yang kalian sembah?'
Kami menjawab, 'Kami menyembah Allah.'

Dia bertanya, 'Siapakah Allah?'
Kami menjawab, 'Dzat yang memiliki istana di langit dan kekuasaan di muka bumi.'

Dia bertanya, 'Bagaimana kamu bisa mengetahuinya?'
Kami jawab, 'Dzat tersebut mengutus seorang rasul kepada kami dengan membawa mu’jizat yang jelas, maka rasul itulah yang menerangkan kepada kami mengenai hal itu.'

Dia bertanya, 'Apa yang dilakukan rasul kalian?'
Kami menjawab, 'Ketika beliau telah tuntas menyampaikan risalahNya, Allah mencabut ruhnya, kini utusan itu telah meninggal.'

Dia bertanya, 'Apakah dia tidak meninggalkan sesuatu tanda kepada kalian?'
Kami menjawab, 'Dia meninggalkan Kitabullah untuk kami.'

Dia berkata, 'Coba kalian perlihatkan kitab suci itu kepadaku!'
Kemudian kami memberikan mushaf kepadanya.

Dia berkata, 'Alangkah bagusnya bacaan yang terdapat dalam mushaf itu.'
Lalu kami membacakan beberapa ayat untuknya. Tiba-tiba ia menangis, dan berkata, 'Tidak pantas Dzat yang memiliki firman ini didurhakai.' Kemudian ia memeluk Islam dan menjadi seorang muslim yang baik.'


Selanjutnya dia meminta kami agar diizinkan ikut serta dalam perahu. Kami pun menyetujuinya lalu kami mengajarkan beberapa surat al-Qur’an. Ketika malam tiba sementara kami semua berangkat tidur, tiba-tiba dia bertanya, 'Wahai kalian, apakah Dzat yang kalian beritahukan kepadaku itu juga tidur?'

Kami menjawab, 'Dia Hidup terus, Maha Mengawasi dan tidak pernah ngantuk atau tidur.'

Dia berkata, 'Ketahuilah, adalah termasuk akhlak yang tercela bilamana seorang hamba tidur nyenyak di hadapan tuannya.' Dia lalu melompat, berdiri untuk mengerjakan shalat. Demikianlah, kemudian ia qiyamullail sambil menangis hingga datang waktu Shubuh.

Ketika sampai di suatu daerah, aku berkata kepada kawan-kawanku, 'Laki-laki ini orang asing, dia baru saja memeluk Islam, sangat pantas jika kita membantunya.' Mereka pun bersedia mengumpulkan beberapa barang untuk diberikan kepadanya, lalu kami menyerahkan bantuan itu kepadanya. Seketika saja ia bertanya, 'Apakah ini?'
Kami jawab, 'Sekedar infak, kami berikan kepadamu.'

Dia berkata, 'Subhanallah. Kalian telah menunjukkan kepadaku suatu jalan yang kalian sendiri belum mengerti. Selama ini aku hidup di suatu pulau yang dikelilingi lautan, aku menyembah dzat lain (bukan Allah ), sekalipun demikian dia tidak pernah menyia-nyiakan aku maka bagaimana mungkin dan apakah pantas Dzat yang aku sembah sekarang ini, Dzat Yang Maha Mencipta dan Dzat Maha Memberi rizki akan menelantarkan aku?'

Setelah itu dia pergi meninggalkan kami. Beberapa hari kemudian, aku mendapat khabar bahwa ia dalam keadaan sakaratul maut. Kami segera menemuinya, dan ia sedang dalam detik-detik kematian. Setiba di sana aku ucapkan salam kepadanya, lalu bertanya, 'Apa yang kamu inginkan?'

Dia menjawab, 'Keinginan dan harapanku telah tercapai pada saat kalian datang ke pulau itu sementara ketika itu aku tidak mengerti kepada siapa aku harus menyembah.'

Kemudian aku bersandar pada salah satu ujung kainnya untuk menenangkan hatinya, tiba-tiba saja aku tertidur. Dalam tidurku aku bermimpi melihat taman yang di atasnya terdapat kubah di sebuah kuburan seorang ahli ibadah. Di bawah kubah terdapat tempat tidur sedang di atasnya nampak seorang gadis sangat cantik. Gadis itu berkata, 'Demi Allah, segeralah mengurus jenazah ini, aku sangat rindu kepadanya.' Maka aku terbangun dan aku dapati orang tersebut telah mati. Lalu aku mandikan jenazah itu dan kafani.

Pada malam harinya saat aku tidur, aku memimpikannya lagi. Aku lihat ia sangat berbahagia, didampingi seorang gadis di atas tempat tidur dibawah kubah sambil menyenandungkan firman Allah.

"(Sambil mengucapkan), 'Salamun ‘alaikum bima shabartum.' Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu." (Ar-Ra’d: 24).

(SUMBER: 99 KISAH ORANG-ORANG SHALIH seperti yang dinukil dari Al-Mawa’izh wal Majalis, 40. PENERBIT, DARUL HAQ, 021-4701616) - www. Alsofwah.or.id - Situs Dakwah & Informasi Islam.

Sebuah pelajaran berharga ...

PESAN IBU

Suatu hari, tampak seorang pemuda tergesa-gesa memasuki sebuah restoran karena kelaparan sejak pagi belum sarapan. Setelah memesan makanan, seorang anak penjaja kue menghampirinya, "Om, beli kue Om, masih hangat dan enak rasanya!"

"Tidak Dik, saya mau makan nasi saja," kata si pemuda menolak.

Sambil tersenyum si anak pun berlalu dan menunggu di luar restoran.

Melihat si pemuda telah selesai menyantap makanannya, si anak menghampiri lagi dan menyodorkan kuenya. Si pemuda sambil beranjak ke kasir hendak membayar makanan berkata, "Tidak Dik, saya sudah kenyang."

Sambil terus mengikuti si pemuda, si anak berkata, "Kuenya bisa dibuat oleh-oleh pulang, Om."

Dompet yang belum sempat dimasukkan ke kantong pun dibukanya kembali. Dikeluarkannya dua lembar ribuan dan ia mengangsurkan ke anak penjual kue. "Saya tidak mau kuenya. Uang ini anggap saja sedekah dari saya."

Dengan senang hati diterimanya uang itu. Lalu, dia bergegas ke luar restoran, dan memberikan uang pemberian tadi kepada pengemis yang berada di depan restoran.

Si pemuda memperhatikan dengan seksama. Dia merasa heran dan sedikit tersinggung. Ia langsung menegur, "Hai adik kecil, kenapa uangnya kamu berikan kepada orang lain? Kamu berjualan kan untuk mendapatkan uang. Kenapa setelah uang ada di tanganmu, malah kamu berikan ke si pengemis itu?"

"Om, saya mohon maaf. Jangan marah ya. Ibu saya mengajarkan kepada saya untuk mendapatkan uang dari usaha berjualan atas jerih payah sendiri, bukan dari mengemis. Kue-kue ini dibuat oleh ibu saya sendiri dan ibu pasti kecewa, marah, dan sedih, jika saya menerima uang dari Om bukan hasil dari menjual kue. Tadi Om bilang, uang sedekah, maka uangnya saya berikan kepada pengemis itu."

Si pemuda merasa takjub dan menganggukkan kepala tanda mengerti. "Baiklah, berapa banyak kue yang kamu bawa? Saya borong semua untuk oleh-oleh." Si anak pun segera menghitung dengan gembira.

Sambil menyerahkan uang si pemuda berkata, "Terima kasih Dik, atas pelajaran hari ini. Sampaikan salam saya kepada ibumu."

Walaupun tidak mengerti tentang pelajaran apa yang dikatakan si pemuda, dengan gembira diterimanya uang itu sambil berucap, "Terima kasih, Om. Ibu saya pasti akan gembira sekali, hasil kerja kerasnya dihargai dan itu sangat berarti bagi kehidupan kami."

===================================================

Ini sebuah ilustrasi tentang sikap perjuangan hidup yang POSITIF dan TERHORMAT. Walaupun mereka miskin harta, tetapi mereka kaya mental! Menyikapi kemiskinan bukan dengan mengemis dan minta belas kasihan dari orang lain. Tapi dengan bekerja keras, jujur, dan membanting tulang.

Jika setiap manusia mau melatih dan mengembangkan kekayaan mental di dalam menjalani kehidupan ini, lambat atau cepat kekayaan mental yang telah kita miliki itu akan mengkristal menjadi karakter, dan karakter itulah yang akan menjadi embrio dari kesuksesan sejati yang mampu kita ukir dengan gemilang.
Sumber : andriewongso.com

Apakah benar-benar kita beriman?

Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Bagaimana cara mengetahui bahwa kita benar-benar telah beriman? Cara yang paling mudah dan sederhana untuk mengetahui bahwa kita benar-benar beriman adalah ketika kita tertimpa musibah, ujian atau cobaan apakah kita mampu mengembalikan segala urusan kepada Allah atau tidak? Jika kita mampu mengembalikan segala sesuatu yang menimpa kita, baik suka maupun duka datangnya dari Allah. Maka kita telah benar-benar beriman.

Ketika kita mampu berpegang teguh kepada keimanan kita kepada Allah niscaya kita merasakan manisnya iman. Dalam keadaan suka kita bersyukur dan di saat kita tertimpa musibah kita mampu bersabar. kemampuan untuk bersandar kepada Allah itulah yang disebut dengan benar-benar telah 'keimanan.' Tidak ada daya upaya apapun kecuali hanya kepada Allahlah kita bersandar dan Allah memudahkan segala urusannya. Sebagaimana Firman Allah yang berbunyi,

Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam segala urusannya (QS. Ath-Thalaq : 4).

Rasulullah juga menyampaikan tips agar kita bisa merasakan manisnya iman, sebagaimana sabdanya,

'Ada tiga perkara jika seseorang mampu melakukannya maka ia akan merasakan manisnya iman. Pertama, ia mencintai Allah dan rasulNya melebihi rasa cintanya kepada orang lain. Kedua, ia mencintai seseorang semata-mata karena Allah. Ketiga, ia sangat benci apabila kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci apabila dimasukkan ke dalam neraka.' (HR. Muslim).

Wassalam,
agussyafii

Renungan sore

Kerinduan akan Surga......


“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Rabb-nya yang paling besar.” (QS An Najm [53]:13-18)



Dalam sebuah perjalanan menyusuri pesisir Banten, Hamba itu berteduh sebentar di sebuah masjid tua yang terlihat indah dari kejauhan. Saat itu waktu dhuhur telah lama berlalu dan waktu ashar masih sepantaran dikejauhan untuk ditunaikan. Masjid terlihat sepi dari pengunjung tanpa ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Ketika hamba itu mendekat, terdengar lantunan ayat-ayat suci yang menggetarkan jiwa. Ayat-ayat surah An Najm diatas dilantunkan dengan begitu indah dari sebuah suara di dalam masjid. Hamba itu mendekat dengan perlahan tanpa ingin membuat sang pemilik suara terusik dengan kedatangannya. Terlihat dari sebuah jendela masjid berjeruji kuno, seorang pemuda dengan wajah yang begitu teduh. Jauh dari kesan lusuh. Sejenak ia terhenti dengan qira’ah Quran-nya yang melantun begitu indah. Terusik dengan kedatangan hamba itu. Ia tersenyum dan menyapa dengan salam seraya berucap, “Tempat wudhu pria ada di sebelah sana, Pak dan kamar mandi ada di belakang masjid.” Sambil menunjukkan arah dengan tangannya yang terbuka penuh keramahan.

Sekembalinya dari tempat wudhu, hamba itu melihatnya telah selesai melantunkan ayat-ayat yang begitu indah tadi. Saat ini ia telah berganti peran. Dengan sebuah sapu yang sederhana, ia menggerakkannya kesana kemari untuk membersihkan lantai beranda masjid yang tidak terkesan kotor. Ia kembali tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Hamba itu bertanya kepadanya untuk menghilangkan rasa penasaran yang ada di pikiran, apa yang menyebabkannya memilih ayat-ayat surah An Najm diatas sebagai Qira’ah Quran-nya ditengah siang itu. Sepenggal ayat-ayat suci yang bercerita tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Hamba itu menduga, hal itu ia lakukan karena beberapa hari lagi orang-orang akan memperingati peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang di negara ini menjadi hari libur nasional dan memperingatinya menjadi sebuah ritual tahunan yang selalu dilakukan. Bisa jadi masjid ini juga akan melakukannya, dan pemuda tadi sengaja menghapalnya untuk melantunkannya pada malam peringatan Isra’ dan Mi’raj nanti.

Ketika hamba itu bertanya, pemuda itu sedikit kaget dan berusaha untuk tersenyum sembari berkata, “Saya hanya seorang marbot (penjaga masjid), Pak! Saya bukanlah Qari (pelantun ayat-ayat al Quran). Tugas saya hanya membersihkan masjid dan menjaganya dari gangguan anak-anak yang suka bermain disini. Saya suka akan ayat-ayat Surah An Najm, karena ada kisah yang teramat indah disana.” Ia untuk kemudian terdiam sembari memandang ke dalam masjid. Terlihat matanya berkaca-kaca. Lama keheningan itu berlalu dan hamba itu mencoba untuk sabar menanti kisahnya. “Saya selalu merindukan surga dan pertemuan dengan Allah kelak, Pak! Saya amat yakin bahwa surga itu telah ada jauh sebelum bumi ini diciptakan dan surga itu berada di dekat Sidratil Muntaha.” (Sidratil Muntaha: tempat dimana Allah Azza wa Jalla bersemayam di atas arsy-Nya Yang Maha Agung). “Setiap kali saya membaca-nya, keyakinan itu bertambah kuat dan kerinduan itu semakin dalam. Saya memilih pekerjaan ini karena saya melihat diluar sana penuh dengan hiruk pikuk kehidupan yang melalaikan. Saya tidak akan kuat menghadapinya. Disini saya dapat merindukan surga dan pertemuan dengan Allah setiap saat dan jika kerinduan itu memuncak, saya membaca surah An Najm ini sebagai pengobat rindu saya.”

Sungguh sebuah jawaban yang begitu indah dan tulus yang memaksa keadaan itu berbalik. Kini hamba itu tidak kuasa menahan air mata nya yang menggenang dan mencari jalan keluar untuk membasahi wajahnya. Anak muda tadi terlihat tegar dan kembali tersenyum. Tanpa menunggu lama, ia kembali menganyunkan tongkat sapunya untuk membersihkan lantai yang belum sempat ia bersihkan.

Lama hamba itu terdiam. Disebuah desa yang jauh dari peradaban, disebuah dusun kecil pesisir pantai yang selalu terdengar derai ombak nya, Allah telah mempertemukan hamba itu dengan seorang hamba pilihan-Nya yang penuh dengan keshalihan. Memilih untuk menjauh dari hiruk pikuk dunia demi mengharap surga yang kekal nan abadi dan pertemuan yang agung kelak dengan-Nya. Hamba itu berkata dalam hatinya, “Maha suci Engkau ya Allah yang telah memberi pelajaran bagi hamba Mu ini. Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku hidayah agar selalu merindukan surga-Mu dan lindungi aku dari hiruk pikuk dunia ini yang dapat menghalangiku dari bersimpuh dihadapan-Mu kelak dalam keadaan Engkau ridha kepadaku.”

Suatu malam Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya sedang berada diluar kota Madinah. Ketika itu terlihat jelas bulan purnama. Nabi saw menatapnya sambil berkata:
“Kamu akan melihat wajah Tuhan mu sebagaimana kamu melihat bulan itu, tidak silau memandangnya dan tidak pula terhalang karena sesuatu. Sedapat mungkin kamu melakukan shalat sebelum terbit matahari (shubuh) dan sebelum terbenamnya (ashar). Cepatlah kamu kerjakan.” (HR. Muslim)

Yang fakir kepada ampunan
Rabb-nya Yang Maha Berkuasa

Sumber: Mohammad Yasser Fachri -

Cerita menjelang Ramadhan

TAK PERLU AJARI KAMI BERPUASA......
Hari ke tiga di bulan ramadhan saya berkesempatan menumpang becak menuju rumah ibu. Sore itu, tak biasanya udara begitu segar, angin lembut menerpa wajah dan rambutku. Namun kenikmatan itu tak berlangsung lama, keheninganku terusik dengan suara kunyahan dari belakang, "Abang becak ...?"

Ya, kudapati ia tengah lahapnya menyuap potongan terakhir pisang goreng di tangannya. Sementara tangan satunya tetap memegang kemudi. "Heeh, puasa-puasa begini seenaknya saja dia makan ...," gumamku.

Rasa penasaranku semakin menjadi ketika ia mengambil satu lagi pisang goreng dari kantong plastik yang disangkutkan di dekat kemudi becaknya, dan ... untuk kedua kalinya saya menelan ludah menyaksikan pemandangan yang bisa dianggap tidak sopan dilakukan pada saat kebanyakan orang tengah berpuasa.

"mmm ..., Abang muslim bukan? tanyaku ragu-ragu.

"Ya dik, saya muslim ..." jawabnya terengah sambil terus mengayuh

"Tapi kenapa abang tidak puasa? abang tahu kan ini bulan ramadhan. Sebagai muslim seharusnya abang berpuasa. Kalau pun abang tidak berpuasa, setidaknya hormatilah orang yang berpuasa. Jadi abang jangan seenaknya saja makan di depan banyak orang yang berpuasa ..." deras aliran kata keluar dari mulutku layaknya orang berceramah.

Tukang becak yang kutaksir berusia di atas empat puluh tahun itu menghentikan kunyahannya dan membiarkan sebagian pisang goreng itu masih menyumpal mulutnya. Sesaat kemudian ia berusaha menelannya sambil memperhatikan wajah garangku yang sejak tadi menghadap ke arahnya.

"Dua hari pertama puasa kemarin abang sakit dan tidak bisa narik becak. Jujur saja dik, abang memang tidak puasa hari ini karena pisang goreng ini makanan pertama abang sejak tiga hari ini."

Tanpa memberikan kesempatan ku untuk memotongnya,

"Tak perlu ajari abang berpuasa, orang-orang seperti kami sudah tak asing lagi dengan puasa," jelas bapak tukang becak itu.

"Maksud bapak?" mataku menerawang menunggu kalimat berikutnya.

"Dua hari pertama puasa, orang-orang berpuasa dengan sahur dan berbuka. Kami berpuasa tanpa sahur dan tanpa berbuka. Kebanyakan orang seperti adik berpuasa hanya sejak subuh hingga maghrib, sedangkan kami kadang harus tetap berpuasa hingga keesokan harinya ..."

"Jadi ...," belum sempat kuteruskan kalimatku,

"Orang-orang berpuasa hanya di bulan ramadhan, padahal kami terus berpuasa tanpa peduli bulan ramadhan atau bukan ..."

"Abang sejak siang tadi bingung dik mau makan dua potong pisang goreng ini, malu rasanya tidak berpuasa. Bukannya abang tidak menghormati orang yang berpuasa, tapi..." kalimatnya terhenti seiring dengan tibanya saya di tempat tujuan.

Sungguh. Saya jadi menyesal telah menceramahinya tadi. Tidak semestinya saya bersikap demikian kepadanya. Seharusnya saya bisa melihat lebih ke dalam, betapa ia pun harus menanggung malu untuk makan di saat orang-orang berpuasa demi mengganjal perut laparnya. Karena jika perutnya tak terganjal mungkin roda becak ini pun tak kan berputar ...

Ah, kini seharusnya saya yang harus merasa malu dengan puasa saya sendiri? Bukankah salah satu hikmah puasa adalah kepedulian? Tapi kenapa orang-orang yang dekat dengan saya nampaknya luput dari perhatian dan kepedulian saya?

"Wah, nggak ada kembaliannya dik..."

"hmm, simpan saja buat sahur bapak besok ya ..."